20110630

Asal kejadian perempuan

Berbedakah asal kejadian
perempuan dari lelaki? Apakah
perempuan diciptakan oleh
tuhan kejahatan ataukah mereka
merupakan salah satu najis
(kotoran) akibat ulah setan?
Benarkah yang digoda dan
diperalat oleh setan hanya
perempuan dan benarkah
mereka yang menjadi penyebab
terusirnya manusia dari surga?
Demikian sebagian pertanyaan
yang dijawab dengan
pembenaran oleh sementara
pihak sehingga menimbulkan
pandangan atau keyakinan yang
tersebar pada masa pra-Islam
dan yang sedikit atau banyak
masih berbekas dalam
pandangan beberapa
masyarakat abad ke-20 ini.
Pandangan-pandangan tersebut
secara tegas dibantah oleh Al-
Quran, antara lain melalui ayat
pertama surah Al-Nisa':
Hai sekalian manusia,
bertakwalah kepada Tuhanmu
yang telah menciptakan kamu
dari jenis yang sama dan darinya
Allah menciptakan pasangannya
dan dari keduanya Allah
memperkembangbiakkan lelaki
dan perempuan yang banyak.
Demikian Al-Quran menolak
pandangan-pandangan yang
membedakan (lelaki dan
perempuan) dengan
menegaskan bahwa keduanya
berasal dari satu jenis yang sama
dan bahwa dari keduanya secara
bersama-sama Tuhan
mengembangbiakkan
keturunannya baik yang lelaki
maupun yang perempuan.
Benar bahwa ada suatu hadis
Nabi yang dinilai shahih (dapat
dipertanggungjawabkan
kebenarannya) yang berbunyi:
Saling pesan-memesanlah untuk
berbuat baik kepada
perempuan, karena mereka
diciptakan dari tulang rusuk yang
bengkok. (Diriwayatkan oleh
Bukhari, Muslim dan Tirmidzi
dari sahabat Abu Hurairah).
Benar ada hadis yang berbunyi
demikian dan yang dipahami
secara keliru bahwa perempuan
diciptakan dari tulang rusuk
Adam, yang kemudian
mengesankan kerendahan
derajat kemanusiaannya
dibandingkan dengan lelaki.
Namun, cukup banyak ulama
yang telah menjelaskan makna
sesungguhnya dari hadis
tersebut.
Muhammad Rasyid Ridha, dalam
Tafsir Al-Manar, menulis:
"Seandainya tidak tercantum
kisah kejadian Adam dan Hawa
dalam Kitab Perjanjian Lama
(Kejadian II;21) dengan redaksi
yang mengarah kepada
pemahaman di atas, niscaya
pendapat yang keliru itu tidak
pernah akan terlintas dalam
benak seorang Muslim."192
Tulang rusuk yang bengkok
harus dipahami dalam
pengertian majazi (kiasan), dalam
arti bahwa hadis tersebut
memperingatkan para lelaki agar
menghadapi perempuan dengan
bijaksana. Karena ada sifat,
karakter, dan kecenderungan
mereka yang tidak sama dengan
lelaki, hal mana bila tidak
disadari akan dapat mengantar
kaum lelaki untuk bersikap tidak
wajar. Mereka tidak akan
mampu mengubah karakter dan
sifat bawaan perempuan.
Kalaupun mereka berusaha
akibatnya akan fatal,
sebagaimana fatalnya
meluruskan tulang rusuk yang
bengkok.
Memahami hadis di atas seperti
yang telah dikemukakan di atas,
justru mengakui kepribadian
perempuan yang telah menjadi
kodrat (bawaan)-nya sejak lahir.
Dalam Surah Al-Isra' ayat 70
ditegaskan bahwa:
Sesungguhnya Kami telah
memuliakan anak-anak Adam.
Kami angkut mereka di daratan
dan di lautan (untuk
memudahkan mencari
kehidupan). Kami beri mereka
rezeki yang baik-baik dan Kami
lebihkan mereka dengan
kelebihan yang sempurna atas
kebanyakan makhluk-makhluk
yang Kami ciptakan.
Tentu, kalimat anak-anak Adam
mencakup lelaki dan
perempuan, demikian pula
penghormatan Tuhan yang
diberikan-Nya itu, mencakup
anak-anak Adam seluruhnya,
baik perempuan maupun lelaki.
Pemahaman ini dipertegas oleh
ayat 195 surah Ali'Imran yang
menyatakan: Sebagian kamu
adalah bagian dari sebagian yang
lain, dalam arti bahwa "sebagian
kamu (hai umat manusia yakni
lelaki) berasal dari pertemuan
ovum perempuan dan sperma
lelaki dan sebagian yang lain
(yakni perempuan) demikian juga
halnya." Kedua jenis kelamin ini
sama-sama manusia. Tak ada
perbedaan antara mereka dari
segi asal kejadian dan
kemanusiaannya.
Dengan konsideran ini, Tuhan
mempertegas bahwa:
Sesungguhnya Allah tidak
menyia-nyiakan amal orang-
orang yang beramal, baik lelaki
maupun perempuan (QS 3:195).
Pandangan masyarakat yang
mengantar kepada perbedaan
antara lelaki dan perempuan
dikikis oleh Al-Quran. Karena itu,
dikecamnya mereka yang
bergembira dengan kelahiran
seorang anak lelaki tetapi
bersedih bila memperoleh anak
perempuan:
Dan apabila seorang dari mereka
diberi kabar dengan kelahiran
anak perempuan, hitam-merah
padamlah wajahnya dan dia
sangat bersedih (marah). Ia
menyembunyikan dirinya dari
orang banyak disebabkan
"buruk"-nya berita yang
disampaikan kepadanya itu. (Ia
berpikir) apakah ia akan
memeliharanya dengan
menanggung kehinaan ataukah
menguburkannya ke dalam
tanah (hidup-hidup). Ketahuilah!
Alangkah buruk apa yang
mereka tetapkan itu (QS
16:58-59).
Ayat ini dan semacamnya
diturunkan dalam rangka usaha
Al-Quran untuk mengikis habis
segala macam pandangan yang
membedakan lelaki dengan
perempuan, khususnya dalam
bidang kemanusiaan.
Dari ayat-ayat Al-Quran juga
ditemukan bahwa godaan dan
rayuan Iblis tidak hanya tertuju
kepada perempuan (Hawa)
tetapi juga kepada lelaki. Ayat-
ayat yang membicarakan
godaan, rayuan setan serta
ketergelinciran Adam dan Hawa
dibentuk dalam kata yang
menunjukkan kebersamaan
keduanya tanpa perbedaan,
seperti:
Maka setan membisikkan pikiran
jahat kepada keduanya ... (QS
7:20).
Lalu keduanya digelincirkan oleh
setan dari surga itu dan
keduanya dikeluarkan dari
keadaan yang mereka (nikmati)
sebelumnya ... (QS 2:36).
Kalaupun ada yang berbentuk
tunggal, maka itu justru
menunjuk kepada kaum lelaki
(Adam), yang bertindak sebagai
pemimpin terhadap istrinya,
seperti dalam firman Allah:
Kemudian setan membisikkan
pikiran jahat kepadanya (Adam)
dan berkata: "Hai Adam,
maukah saya tunjukkan
kepadamu pohon khuldi dan
kerajaan yang tidak akan
punah?" (QS 20:120).
Demikian terlihat bahwa Al-
Quran mendudukkan
perempuan pada tempat yang
sewajarnya serta meluruskan
segala pandangan yang salah
dan keliru yang berkaitan
dengan kedudukan dan asal
kejadiannya. ____________________ Dikutip dari:MEMBUMIKAN AL-QUR'AN oleh: M. Quraish shihab

20110629

Haruskah menyembunyikan rasa cinta?

Haruskah menyembunyikan rasa
cinta (kecuali kepada kekasih)?
Tidak bolehkah mengekspresikan
cinta? Mengapa? Bagaimanakah
ekspresi cinta yang islami?
Berikut uraian dari M. Quraish
Shihab, Perempuan (Jakarta:
Lentera Hati, 2006), hlm. 87,
91-94:
Boleh jadi, ada orang yang malu
bila bercinta sehingga
menyembunyikan cintanya
kecuali kepada kekasih. Ini
bukanlah pada tempatnya, tidak
juga dianjurkan agama. Silakan
bercinta dan luapkanlah cinta
kepada kekasih selama tidak
melanggar agama dan norma
budaya.
Cinta [pada] masa lalu adalah
emosi yang meluap-luap, tetapi
penuh kesucian dan
kehormatan. Karena itu,
betapapun hangatnya cinta,
kehormatan selalu saja
mengarahkan cinta ke arah yang
wajar karena kehormatan lebih
kuat daripada cinta. Ini pulalah
yang menjadikan para pencinta
saling menjaga kehormatannya
dan mengindahkan nilai-nilai
budaya yang berlaku. Ketika
itulah dikenal cinta demi cinta
dan pengorbanan demi cinta.
Perempuan dengan cinta seperti
ini, tidak dipandang hanya dari
sisi kecantikan lahiriahnya, tetapi
lebih-lebih kepada kecantikan
jiwanya. Ini pulalah yang
menjadikan cinta pada masa lalu
bertahan sangat lama –kalau
enggan berkata langgeng– dan
cinta seperti itulah yang
dikehendaki agama, yakni
memandang lawan jenis
sebagai manusia dwi-dimensi –
ruh dan jasad– yang
menyandang keindahan ruhani
dan jasmani.
Para pakar mengingatkan
perbedaan antara cinta dan
syahwat. Cinta adalah
kecenderungan hati yang
mendalam terhadap sifat-sifat
lahir dan batin kekasih,
sedangkan syahwat hanyalah
dorongan nafsu kepada sifa-sifat
lahiriah kekasih, yakni kepada
jasa saja. Karena itu, mestinya
tidak ada cinta dari pandangan
pertama karena pandangan
pertama belum dapat mengantar
kepada pengetahuan apalagi
kekaguman kepada sifat-sifat
batiniah kekasih. Pandangan
pertama, jika dinamai cinta,
penamaan cinta itu hanyalah
karena dia dapat menghasilkan
cinta jika si pemandang
menjadikannya tangga yang dia
lalui guna menggapai cinta.
Cinta menuntut kesetiaan.
Kesetiaan itu menuntut pencinta
menepati janji-janjinya,
memelihara kekasihnya serta
nama baiknya, baik di hadapan
maupun di belakangnya,
menjauhkan segala yang buruk
dan yang mengeruhkan jiwanya,
membantunya memperbaiki
penampilan dan aktivitasnya,
menutupi kekurangannya, serta
memaafkan kesalahannya. Yang
dicintai pun harus demikian, jika
ia telah menyambut cinta yang
ditawarkan. Namun, jika ia
menolak, moral menuntutnya
untuk tidak berpura-pura
mencintai si pencinta, apalagi
mempermalukannya dengan
membeberkan kepada siapa saja
kekaguman si pencinta itu.
Cinta adalah pohon yang
tumbuh subur di dalam hati.
Akarnya adalah kerendahan hati
kepada kekasih, batangnya
adalah pengenalan kepadanya,
dahannya adalah rasa takut
kepada Tuhan dan kepada
makhluk –jangan sampai ada
yang menodainya– dedaunannya
adalah rasa malu –malu
mempermalukan dan
dipermalukan– buahnya adalah
kesatuan hati yang
melahirkan kerja sama,
sedangkan air yang
menyiraminya adalah mengingat
dan menyebut-nyebut namanya.
Demikian yang ditulis sementara
orang.
Cinta mengundang dan
mendorong pencinta untuk
melakukan aneka aktivitas
terpuji, seperti keberanian,
kedermawanan, pengorbanan,
dan sebagainya. Cinta
melahirkan gerak positif.
Dengan demikian, ia adalah
kehidupan dan kebahagiaan.
Karena itu, sungguh tepat
ungkapan yang menyatakan:
“Jika Anda tidak mencinta dan
tidak mengetahui apa cinta,
maka jadilah batu karang yang
kukuh kering kerontang.“
Inilah yang mengundang para
pemikir dan ulama
membicarakan cinta dan
membahasnya, bahkan itulah
yang menjadikan mereka
bercinta. Karena itu pula Anda
tidak perlu heran menemukan
ulama yang dituduh kaku atau
sangat ketat dalam pandangan
agama, justru berbicara dengan
sangat indah tentang cinta,
bahkan larut dalam cinta
karena cinta seperti itulah yang
dikehendaki agama dan moral.
Dikutip dari Tulisan
M Shodiq Mustika