20110706

wukir mahendra (LAWU)

Gunung Lawu memiliki tiga
puncak, Puncak Hargo Dalem,
Hargo Dumiling dan Hargo
Dumilah. Yang terakhir ini adalah
puncak tertinggi.Gunung Lawu
(3.265 m) terletak di Pulau
Jawa, Indonesia, tepatnya di
perbatasan Provinsi Jawa Tengah
dan Jawa Timur. Status gunung
ini adalah gunung api “istirahat”
dan telah lama tidak aktif,
terlihat dari rapatnya vegetasi
serta puncaknya yang tererosi. Di
lerengnya terdapat kepundan
kecil yang masih mengeluarkan
uap air (fumarol) dan belerang
(solfatara). Gunung Lawu
mempunyai kawasan hutan
Dipterokarp Bukit, hutan
Dipterokarp Atas, hutan
Montane, dan hutan
Ericaceous.Gunung Lawu sangat
populer untuk kegiatan
pendakian. Setiap malam 1 Sura
banyak orang berziarah dengan
mendaki hingga ke puncak.
Karena populernya, di puncak
gunung bahkan dapat dijumpai
pedagang makanan.Gunung
Lawu menyimpan misteri pada
masing-masing dari tiga puncak
utamanya dan menjadi tempat
yang dimitoskan sebagai tempat
sakral di Tanah Jawa.
Mitosnya Cerita dimulai dari
masa akhir kerajaan Majapahit
(1400 M). Alkisah, pada masa
kemunduran kerajaan Majapahit,
bertahta sebagai raja adalah
Sinuwun Bumi Nata Bhrawijaya
Ingkang Jumeneng kaping 5
(Pamungkas). Dua istrinya yang
terkenal ialah Dara Petak putri
dari daratan Tiongkok dan Dara
Jingga. Dari Dara Petak lahir
putra Raden Jinbun Fatah, dari
Dara Jingga lahir putra Pangeran
Katong.
Raden Jinbun Fatah (Raden
Fatah)setelah dewasa
menghayati keyakinan yang
berbeda dengan ayahandanya
yang beragama Budha.Raden
Jinbun Fatah seorang muslim.
Dan bersamaan dengan
pudarnya Majapahit,Raden
Jinbun Fatah mendirikan
Kerajaan di Glagah Wangi
(Demak). Melihat situasi dan
kondisi yang demikian itu ,
masygullah hati Sang Prabu.
Akankah jaman Kerta Majapahit
dapat dipertahankan?
Sebagai raja yang bijak, pada
suatu malam, dia pun akhirnya
bermeditasi memohon petunjuk
Sang Maha Kuasa. Dan wisik pun
datang, pesannya : sudah
saatnya cahaya Majapahit
memudar dan wahyu kedaton
akan berpindah ke kerajaan
yang baru tumbuh serta
masuknya agama baru (Islam)
memang sudah takdir dan tak
bisa terelakkan lagi.
Pada malam itu pulalah Sang
Prabu dengan hanya disertai
pemomongnya yang setia
Sabdopalon diam-diam
meninggalkan keraton dan
melanglang praja dan pada
akhirnya naik ke Puncak Lawu.
Sebelum sampai di puncak, dia
bertemu dengan dua orang
umbul (bayan/ kepala dusun)
yakni Dipa Menggala dan
Wangsa Menggala. Sebagai abdi
dalem yang setia dua orang
umbul itu pun tak tega
membiarkan tuannya begitu saja.
Niat di hati mereka adalah mukti
mati bersama Sang Prabu .
Syahdan, Sang Prabu bersama
tiga orang abdi itupun sampailan
di puncak Harga Dalem.
Saat itu Sang Prabu bertitah :
Wahai para abdiku yang setia
sudah saatnya aku harus surut,
aku harus muksa dan
meninggalkan dunia ramai ini.
Kepada kamu Dipa Menggala,
karena kesetiaanmu kuangkat
kau menjadi penguasa gunung
Lawu dan membawahi semua
mahluk gaib dengan wilayah ke
barat hingga wilayah Merapi/
Merbabu, ke Timur hingga
gunung Wilis, ke selatan hingga
Pantai selatan , dan ke utara
sampai dengan pantai utara
dengan gelar Sunan Gunung
Lawu. Dan kepada Wangsa
Menggala, kau kuangkat sebagai
patihnya, dengan gelar Kyai
Jalak.
Suasana pun hening dan melihat
drama semacam itu, tak kuasa
menahan gejolak di hatinya,
Sabdopalon pun memberanikan
diri berkata kepada Sang Prabu:
Bagaimana mungkin ini terjadi
Sang Prabu? Bila demikian
adanya hamba pun juga pamit
berpisah dengan Sang Prabu,
hamba akan naik ke Harga
Dumiling dan meninggalkan
Sang Prabu di sini. Dan dua
orang tuan dan abdi itupun
berpisah dalam suasana yang
mengharukan.
Singkat cerita Sang Prabu
Barawijaya pun muksa di Harga
Dalem, dan Sabdopalon moksa
di Harga Dumiling. Tinggalah
Sunan Lawu Sang Penguasa
gunung dan Kyai Jalak yang
karena kesaktian dan
kesempurnaan ilmunya
kemudian menjadi mahluk gaib
yang hingga kini masih setia
melaksanakan tugas sesuai
amanat Sang Prabu Brawijaya.
Tempat-tempat lain yang diyakini
misterius oleh penduduk
setempat selain tiga puncak
tersebut yakni: Sendang Inten,
Sendang Drajat, Sendang
Panguripan, Sumur Jalatunda,
Kawah Candradimuka, Repat
Kepanasan/Cakrasurya, dan
Pringgodani. Bagaimana situasi
Majapahit sepeninggak Sang
Prabu? Konon sebagai yang
menjalankan tugas kerajan
adalah Pangeran Katong. Figur
ini dimitoskan sebagai orang
yang sakti dan konon juga
muksa di Ponorogo yang juga
masih wilayah gunung
Lawu . ___Dikutip dari: www.merapi.merbabu.com___

Tidak ada komentar:

Posting Komentar